Pengertian Animisme
Kata animisme berasal dari bahasa latin, yaitu anima yang berarti
'roh'. Kepercayaan animisme adalah kepercayaan kepada makhluk halus dan
roh. Keyakinan ini banyak dianut oleh bangsa-bangsa yang belum
bersentuhan dengan agama wahyu. Paham animisme mempercayai bahwa setiap
benda di bumi ini (seperti laut, gunung, hutan, gua, atau
tempat-tempat tertentu), mempunyai jiwa yang mesti dihormati agar jiwa
tersebut tidak mengganggu manusia, atau bahkan membantu mereka dalam
kehidupan ini.
Banyak kepercayaan animisme yang berkembang di masyarakat. Seperti,
kepercayaan masyarakat
Nias yang meyakini bahwa tikus yang sering keluar
masuk rumah adalah jelmaan dari roh wanita yang meninggal dalam
keadaan melahirkan. Atau, keyakinan bahwa roh orang yang sudah
meninggal bisa masuk kedalam jasad binatang lain, seperti babi hutan
dan harimau. Biasanya, roh tersebut akan membalas dendam terhadap orang
yang pernah menyakitinya ketika hidup. Kepercayaan semacam ini hampir
sama dengan keyakinan reinkarnasi. Reinkarnasi sendiri tidak lain
adalah pemahaman masyarakat Hindu dan Budha yang percaya bahwa manusia
yang sudah mati bisa kembali lagi ke alam dunia dalam wujud yang lain.
Jika orang tersebut baik selama hidupnya, biasanya ia akan
ber-reinkarnasi dalam wujud merpati. Namun, jika dikenal dengan
perangainya yang buruk, maka ia akan kembali hidup dalam wujud seekor
babi.
Pengertian Dinamisme
Perkataan dinamisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu dunamos,
sedangkan dalam bahasa Inggris berarti dynamic dan diterjemahkan
kedalam bahasa Indonesia dengan arti kekuatan, daya, atau kekuasaan.
Definisi dari dinamisme memiliki arti tentang kepercayaan terhadap
benda-benda di sekitar manusia yang diyakini memiliki kekuatan ghaib.
Dalam Ensiklopedi umum,
dijumpai defenisi dinamisme sebagai kepercayaan
keagamaan primitif yang ada pada zaman sebelum kedatangan agama Hindu
di Indonesia. Dinamisme disebut juga dengan nama preanimisme, yang
mengajarkan bahwa tiap-tiap benda atau makhluk mempunyai daya dan
kekuatan. Maksud dari arti tadi adalah kesaktian dan kekuatan yang
berada dalam zat suatu benda dan diyakini mampu memberikan manfaat atau
marabahaya. Kesaktian itu bisa berasal dari api, batu-batuan, air,
pepohonan, binatang, atau bahkan manusia sendiri.
Dinamisme lahir dari rasa kebergantungan manusia terhadap daya dan
kekuatan lain yang berada di luar dirinya. Setiap manusia akan selalu
merasa butuh dan harap kepada zat lain yang dianggapnya mampu
memberikan pertolongan dengan kekuatan yang dimilikinya. Manusia
tersebut mencari zat lain yang akan ia sembah yang dengannya ia merasa
tenang jika ia selalu berada di samping zat itu. Sebagai contoh, ketika
manusia mendapatkan bahwa api memiliki daya panas, maka ia akan
menduga bahwa apilah yang paling berhak ia sembah karena api telah
memberikan pertolongan kepada mereka ketika mereka merasa dingin. Ia
mengira bahwa api memiliki kekuatan misteri yang tidak mungkin dimiliki
oleh manusia sehingga ia akan menyembahnya. Atau contoh lainnya,
seperti penyembahan masyarakat Jepang terhadap matahari. Mereka sangat
mengagungkan dan menghormati matahari karena mereka percaya bahwa
matahari-lah yang pantas disembah disebabkan kekuatan sinarnya yang
memancar ke seluruh dunia. Karena sebab itulah, mereka menyembah
sesuatu selain Allah. Mereka menyembah Allah karena mereka bodoh dan
jahil dalam mengenal Tuhan.
Sejarah Lahirnya Paham Animisme dan Dinamisme
Keberadaan paham atau aliran animisme dan dinamisme ini tidak terlepas
dari sejarah bangsa Indonesia. Sebagaimana telah diketahui bersama
bahwa Hindu dan Budha telah hadir lebih awal dalam peradaban nusantara.
Masyarakat kita telah mengenal kedua agama budaya daripada agama
Islam. Namun, sebelumnya ada periode khusus yang berbeda dengan zaman
Hindu-Budha. Masa itu adalah masa pra-sejarah. Zaman ini disebut sebagai
zaman yang belum mengenal tulisan. Pada saat itu, masyarakat sekitar
hanya menggunakan bahasa isyarat sebagai alat komunikasi.
Di zaman itulah, masyarakat belum mengenal agama. Mereka belum mengerti
tentang baik dan buruk. Mereka juga belum mengerti tentang aturan
hidup karena tidak ada kitab suci atau undang-undang yang menuntun
kehidupan mereka. Tidak ada yang istimewa pada zaman ini kecuali
kepercayaan primitif mereka tentang animisme dan dinamisme. Disebutkan
oleh para sejarawan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari
kawasan tengah benua Asia. Ada yang mengatakan bahwa mereka
bersebelahan dengan masyarakat Tiongkok. Ada juga yang menyebut nenek
moyang bangsa Indonesia berasal dari kawasan selatan Mongol. Yang
pasti, para sejarawan tersebut sepakat bahwa nenek moyang bangsa
Indonesia berasal dari kawasan Asia.
Menurut sejarah, diceritakan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia
tersebut berpindah-pindah mengikuti aliran sungai di India. Sampai pada
abad ke-40 SM, mereka pindah dan kemudian menetap di kawasan
nusantara. Mereka tersebar di sepanjang pesisir pulau Sumaterera dan
Jawa. Ada juga yang menempati daerah pedalaman Kalimantan dan Sulawesi.
Penyebaran ini tidak terjadi dengan proses yang cepat. Pertumbuhan
masyarakatnya pun tidak begitu pesat. Hal ini disebabkan karena
sedikitnya alat transportasi untuk menghubungkan satu pulau dengan
pulau yang lain. Ditambah dengan tidak adanya bahasa yang disepakati
antara mereka sehingga menyulitkan mereka dalam berkomunikasi dengan
pihak luar.
Nenek moyang bangsa Indonesia ini tidak hanya membawa barang-barang
kuno sebagai perbekalan hidup mereka. Di samping itu, mereka juga
membawa budaya, tradisi, ataupun kepercayaan yang sebelumnya telah
mereka dapati dari bangsa lain di luar nusantara. Menurut sejarah,
banyak terjalin interaksi di antara manusia saat itu. Mereka yang dulu
mendiamai bumi nusantara telah menjalin interaksi dengan bangsa
Tiongkok, Mongol, Aria, dan suku-suku di kawasan India. Dari interaksi
inilah, nenek moyang Indonesia banyak mengadopsi pemikiran dan
kepercayaan dari bangsa luar, seperti Cina dan India.
Walaupun Hindu dan Budha belum menguasai bumi nusantara, banyak di
antara mereka yang sudah melakukan proses ritual-ritual tertentu.
Kepercayaan animisme dan dinamisme telah tumbuh dan berkembang pesat di
sekitar lingkungan mereka. Dari kepercayaan inilah, mereka membangun
sebuah masyarakat. Mereka mengangkat seorang kepala adat sebagai
pemimpin. Baik pemimpin kemasyarakatan ataupun pemimpin dalam
proses-proses ritual.
Kepercayaan animisme dan dinamisme itu didapat dari pengaruh bangsa
lain yang telah menjalin interaksi dengan mereka. Ada yang mengatakan
bahwa paham ini berasal dari ajaran Taonisme yang lahir di kawasan
Tiongkok. Ada juga yang mengatakan bahwa ia lahir dari ajaran bangsa
Aria. Yang pasti, saat itu masyarakat awal Indonesia sudah mengenal
istilah dewa, roh jahat dan roh baik, dan kesaktian atau kekuatan luar
biasa. Misalnya, mereka sudah percaya pada kekuatan matahari dan bulan
atau disebut dengan kepercayaan pada Adityachandra.
Tidak hanya itu, masyarakat awal Indonesia juga sudah mengenal tentang
bagaimana cara menghormati orang yang sudah mati. Kepercayaan bahwa
manusia yang hidup masih bisa menjalin komunikasi dengan para leluhur
mereka yang sudah mati. Untuk itulah, mereka melakukan ritual-ritual
tertentu dalam rangka menghormati arwah para leluhur dan menjauhkan
diri dari roh jahat. Setiap benda yang dianggap ajaib atau mengesankan,
maka mereka akan menganggapnya sebagai benda yang memiliki kesaktian.
Matahari dipercaya sebagai dewa, bulan diyakini sebagai dewi, langit
dianggap sebagai kerajaan, bumi beserta segala isinya disebut sebagai
pelindung atau pengawal manusia.
Jika ditelusuri, kepercayaan semacam ini tidak hanya berkembang di
Indonesia. Di Jepang atau Cina misalnya, masih banyak masyarakat
setempat yang menganut paham animisme dan dinamisme. Begitupun dengan
masyarakat India. Bahkan, sebagian masyarakat Eropa dan Asia Barat pun
masih percaya pada animisme dan dinamisme. Warga Jepang masih menganut
paham Shinto. Mereka sangat menghormati matahari. Masyarakat Cina
menganut Konghucu, mereka menyembah para dewa langit dan bumi. Yang dan
Ying disebut-sebut sebagai Tuhan. Di India, setiap binatang tertentu
seperti sapi memiliki kekuatan. Sapi adalah binatang suci bagi
masyarakat India, bahkan pemerintah setempat melarang penyembelihan
sapi.
Di kawasan Jazirah Arab, sebagian masyarakat masih percaya pada
kekuatan sungai Nil atau kesaktian padang Sahara. Fir'aun masih
diyakini sebagi sosok yang masih memiliki kekuatan walaupun jasadnya
telah rusak. Bahkan di Eropa, kepercayaan terhadap dewa-dewa Yunani atau
roh-roh jahat seperti vampir dan zhombie, masih ramai diyakini oleh
mereka. Dari semua penelusuran ini dapat disimpulkan bahwa lahirnya
kepercayaan animisme dan dinamisme di Indonesia adalah berasal dari
pengaruh bangsa lain.
Teori-Teori Animisme dan Dinamisme
Banyak para pemikir atau kalangan intelektual yang berbicara tentang
teori-teori animisme dan dinamisme. Mereka menjadikan paham atau aliran
ini sebagai bahan perbincangan dan penelitian sehingga animisme dan
dinamisme mendapatkan perhatian di tingkat akademisi seperti perguruan
tinggi. Walau tidak ada mata kuliah khusus yang menjadikan animisme dan
dinamisme sebagai pembelajaran, namun pembahasan tentang hal ini marak
dibicarakan.
Pemikiran Animisme
Sigmund Freud, psikolog sekuler, mengatakan bahwa Animisme menjelaskan
konsep-konsep psikis teori tentang keberadaan spiritual secara umum.
Animisme sebenarnya berasal dari wawasan bangsa-bangsa primitif yang
luar biasa tentang alam semesta dan dunia. Bangsa-bangsa primitif
menempati dunia bersama-sama dengan begitu banyak roh. Bangsa primitif
ini mampu menjelaskan keterkaitan proses gerakan alam dengan gerakan
roh-roh ini. Mereka juga memercayai bahwa manusia juga mengalami
’animasi’. Manusia memiliki jiwa yang bisa meninggalkan tempatnya dan
memasuki makhluk lain. Karena itulah, manusia bisa menjelaskan mengenai
mimpi, meditasi, atau alam bawah sadar. Animisme adalah suatu sistem
pemikiran yang tidak hanya memberikan penjelasan atas suatu fenomena
saja, tetapi memungkinkan manusia memahami keseluruhan dunia.
Menurutfilosof lain seperti Tylor dan Comte, mereka menyebutkan bahwa
animisme adalahtahap pertama pembentukan agama. Dalam istilah mereka,
peradaban itu dimulaidengan adanya pemikiran animisme, kemudian
berkembang menjadi agama.
Dalam pandangan Tylor, manusia memiliki substansi yang sama yaitu
keinginan untuk mengetahui keberadaan di sekitarnya. Manusia primitif
berusaha memahami dan menjelaskan berbagai fenomena-fenomena yang aneh
dan suara-suara yang dahsyat melalui pemikirannya. Tentunya,
pengetahuan yang mereka maksudkan bukan sekedar menyaksikan suatu
fenomena yang aneh atau mendengarkan suara yang dahsyat, tapi
pengetahuan itu dihasilkan ketika hal tersebut menjadi pandangan.
Misalnya, jika sekedar mendengar petir, maka hal ini tidak bisa disebut
sebagai pengetahuan. Tapi, mendengar petir dan meyakininya sebagai
murka dari dzat tertentu, maka hal inilah yang disebut sebagai
pengetahuan.
Dari pengalaman-pengalaman yang manusia dapatkan seperti di antara
hidup dan mati atau di antara tidur dan sadar, ia kemudian membedakan
adanya dua hal yang berbeda; yaitu ruh dan badan atau jiwa dan materi.
Kemudian ia meyakini bahwa manusia memiliki dua keberadaan yang bisa
berpisah dan bersatu lagi. Badan dianggap hidup jika ruh berada
bersamanya. Kapan saja ruh berpisah dari badannya maka badan tersebut
tidak memiliki aktivitas sama sekali, ruh-lah yang merupakan sumber
kehidupan dan aktivitas manusia.
Keyakinan ini berlanjut menjadi khurafat atau takhayul. Kepercayaan
bahwa ruh adalah sumber gerak manusia melahirkan pemikiran lain.
Timbullah keyakinan bahwa ruh orang yang sudah meninggal bisa memasuki
jasad manusia lain atau bahkan memasuki jasad binatang. Selain itu,
lahir pula keyakinan bahwa ruh manusia bisa melakukan apapun terhadap
manusia yang masih hidup atau alam di sekitarnya, apalagi jika ruh
tersebut berasal dari jasad manusia yang terhormat.
Pemikiran Dinamisme
Manusia mulai menganalisa setiap peristiwa yang terjadi di sekitarnya.
Sebelumnya, manusia primitif mulai mengeluarkan teori-teori tentang
hakikat benda atau materi. Ia mulai menggabungkan antara keberadaan ruh
manusia dengan keberadaan benda lain seperti air, udara, api, dan
tanah.
Animisme berkembang lebih awal daripada dinamisme. Animisme
menitikberatkan pada perkembangan ruh manusia. Mulai dari sini, manusia
primitif menyimpulkan bahwa setiap materi yang memiliki sifat yang
sama, maka memiliki substansi yang sama pula. Jika manusia mati dan
hidup, tidur dan terjaga, kuat dan lemah, diam dan bergerak, kemudian
manusia diyakini memiliki ruh, maka pepohonan, binatang, laut, api,
matahari, bulan, dan materi-materi lainnya pun memiliki ruh seperti
manusia.
Menurut mereka, setiap materi memiliki kesamaan sifat dengan manusia.
Sebagai contoh, api memiliki sifat yang sama dengan manusia. Api
memiliki kekuatan untuk membunuh atau melenyapkan apapun dengan
panasnya sebagaimana manusia mampu membunuh binatang dengan kekuatan
tangannya. Karena itulah, api mempunyai ruh. Bagi manusia primitif,
menyembah api adalah proses menghormati keberadaan api itu sendiri.
Penyembahan tersebut dilakukan agar tidak terjadi kebakaran seperti
kebakaran hutan, sedangkan kebakaran diyakini sebagai bentuk kemurkaan
api. Selanjutnya, berkembanglah paham banyak tuhan, banyak roh, banyak
dewa, atau banyak kekuatan ghaib. Setiap kawasan bumi, hutan, sungai,
laut, atau bahkan ruang angkasa, semuanya diyakini memiliki kekuatan
tersendiri.
Sinkretisme agama dan sisa-sisa animisme-dinamisme
Animisme dan dinamisme adalah kepercayaan kuno yang tumbuh lebih awal
sebelum kedatangan Islam di nusantara. Walaupun pada hakikatnya, agama
Islam adalah kepercayaan yang pertama kali ada dalam kehidupan manusia.
Nabi Adam adalah manusia pertama yang menganut Islam. Oleh karena itu,
animisme dan dinamisme tidak lain adalah salah satu bentuk dari
penyelewengan ajaran Allah. Namun bagaimanapun juga, penyebaran Islam di
nusantara memang tidak bisa dipungkiri akan adanya perpaduan atau
percampuradukan antara ajarannya yang agung dengan kepercayaan animisme
dan dinamisme.
Dampak dari adanya sinkretisme agama ini terlihat nyata di sekeliling
kita. Sebagai contoh, adanya penghormatan khusus terhadap roh nenek
moyang yang menjadi leluhur kita. Atau adanya pemujaan khusus terhadap
Ratu Pantai Selatan. Atau bahkan menyebarnya cerita-cerita khurafat
yang berkembang di tengah-tengah masyarakat muslim. Selain itu,
menyebarnya praktik sihir dan perdukunan adalah produk asli dari
animisme dan dinamisme. Terlebih, sinkretisme telah melegalkan bahwa
praktik perdukunan adalah ajaran Islam juga. Hal ini terlihat dengan
meluasnya praktik-praktik sihir yang dilakukan oleh orang-orang yang
bertitel ’kyai’. Semua ini adalah realita yang nyata akibat sinkretisme
agama.
Sebenarnya, banyak beberapa sisa-sisa animisme dan dinamisme, terutama
di nusantara, baik ajaran tersebut masih murni ataupun telah ada
pembauran dengan Islam. Berikut beberapa contoh sisa-sisa animisme dan
dinamisme:
Upacara dan Ritual Adat
Banyak masyarakat kita yang masih mempertahankan beberapa macam upacara
atau ritual yang masih murni berkaitan dengan animisme dan dinamisme
atau telah mengalami pembauran dengan Islam. Salah satu contohnya dalah
upacara kelahiran dan kematian. Hampir di setiap daerah nusantara
menggelar upacara kelahiran dan kematian dengan ritual-ritual berbeda.
Contoh, di Aceh terdapat upacara Peugot Tangkai. Upacara ini adalah
perajahan barang/benda dengan membacakan mantera untuk dipakai pada
wanita hamil empat bulan.
Tentang acara ritual kematian dalam adat masyarakat Aceh yang sampai
sekarang ini masih diamalkan seperti, apabila ada kematian di sebuah
keluarga, maka semua pakaian dan kain-kain yang menyelimuti mayat tadi
disimpan pada suatu tempat. Kain-kain ini disebut dengan reuhab.
Biasanya disimpan di atas tempat tidur untuk selama empat puluh hari
atau empat puluh empat hari. Setelah selesai upacara penguburan tadi,
mulai malam pertama sampai dengan malam ketiga diadakan samadiah atau
tahlil. Masih banyak lagi ritual-ritual aneh seperti membakar kemenyan
pada malam jum’at kliwon dan selasa kliwon. Menyediakan sesaji pada
hari kelahiran bayi. Di kamar bayi yang baru lahir digantungkan keris
dan kain merah. Atau sesaji di bawah pohon beringin.
Kesenian Budaya
Di bumi nusantara ini, masih terdapat beberapa macam kesenian yang
jelas berasal dari budaya animisme dan dinamisme. Satu contoh seperti
Tarian Kuda Lumping di Jawa Barat. Biasanya, sebelum pertunjukkan
dimulai, para peserta wajib dibekali mantera-mantera tertentu oleh sang
dukun sebagai pengendali acara. Setelah itu, sang penari kuda
kesurupan dan bertingkah aneh layaknya orang gila. Para penari itu
terlihat lincah memainkan kuda mainan dan bahkan mereka makan pecahan
kaca atau beberapa ekor ayam yang masih hidup. Para penari tidak
merasakan sakit akibat pecahan kaca yang mereka makan atau merasa jijik
dengan daging ayam yang dimakan hidup-hidup, semuanya karena ada roh
lain yang merasuk dalam diri mereka. Roh itulah (jin) yang
mengendalikan si penari.
Mitos
Cerita-cerita mitos yang menyesatkan memang masih merebak luas di
tengah masyarakat. Masih banyak yang percaya bahwa ruh orang yang mati
terbunuh akan menjelma menjadi hantu. Ada yang menyebutnya dengan
istilah pocong, genderewo, dan lain-lain. Yang pasti, hantu tersebut
akan gentayangan ke setiap tempat untuk membalas dendam. Jika yang mati
adalah orang jahat, maka ia akan menjelma menjadi babi atau kera.
Jelmaan ini akan mengganggu warga sekitar yang masih hidup.
Lebih lanjut, terdapat pula sisa-sisa animisme dan dinamisme yang
berkembang. Seperti, mitos bulan Safar yang dianggap membawa sial.
Mitos ini sangat dikenal oleh masyarakat kita, terutama masyarakat
muslim. Adanya mitos demikian, sehingga terdapat ritual tertentu yang
dijalankan untuk menolak bala di bulan Safar.
Di masyarakat Parahyangan dan Jawa, tersebar mitos-mitos yang
berkembang sesuai dengan perkembangan budayanya. Dalam konsep ketuhanan
orang Sunda sebelum Hindu, Hyang (sanghyang, sangiang) diyakini
sebagai Sang Pencipta (Sanghyang Keresa) dan Yang Esa (Batara Tunggal)
yang menguasai segala macam kekuatan, kekuatan baik ataupun kekuatan
jahat yang dapat mempengaruhi roh-roh halus yang sering menetap di
hutan, sungai, pohon, atau di tempat-tempat dan benda-benda lainnya.
Ketika muncul proses Islamisasi di Nusantara, istilah sembahyang pun
lahir dari tradisi menyembah Hyang (Yang Tunggal).