Pages

Jumat, 07 Januari 2011

Satelit Altireri

Sistem satelit altimetri berkembang sejak tahun 1975, ketika diluncurkannya sistem satelit Geos-3.  Pada saat ini secara umum sistem satelit altimetri mempunyai tiga objektif ilmiah jangka panjang yaitu: mengamati sirkulasi lautan global, memantau volume dari lempengan es kutub, dan mengamati perubahan muka laut rata-rata (MSL) global. Dalam konteks geodesi, objektif terakhir dari misi satelit altimetri tersebut adalah yang menjadi perhatian.  Dengan kemampuannya untuk mengamati topografi dan dinamika dari permukaan laut secara kontinyu, maka satelit altimetri tidak hanya bermanfaat untuk pemantauan perubahan MSL global, tetapi juga akan bermanfaat untuk beberapa aplikasi geodetik dan oseanografi seperti yang diberikan [SRSRA, 2001; Seeber, 1993]:

- Penentuan topografi permukaan laut (SST)
- Penentuan topografi permukaan es
- Penentuan geoid di wilayah lautan
- Penentuan karakteristik arus dan eddies
- Penentuan tinggi (signifikan) dan panjang (dominan) gelombang
- Studi pasang surut di lepas pantai
- Penentuan kecepatan angin di atas permukaan laut
- Penentuan batas wilayah laut, dan es
- Studi fenomena El Nino
- Manajemen sumber daya laut
- Unifikasi datum tinggi antar pulau
Begitu banyak hal yang dapat kita pelajari dengan mengaplikasikan teknologi Satelit Altimetri, sehingga teknologi ini mulai menjadi trend baru dalam dunia science dan rekayasa geodesi kelautan, oceanografi, dan bidang-bidang ilmu terkait lainnya.
————————————————————————————————————————————————-

Prinsip Dasar Satelit Altimetri
Satelit Altimetri diperlengkapi dengan pemancar pulsa radar (transmiter), penerima pulsa radar yang sensitif (receiver), serta jam berakurasi tinggi.  Pada sistem ini, altimeter radar yang dibawa oleh satelit memancarkan pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik (radar) kepermukaan laut.  Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan balik oleh permukaan laut dan diterima kembali oleh satelit.

Informasi utama yang ingin ditentukan dengan satelit altimetri adalah topografi dari muka laut.  Hal ini dilakukan dengan mengukur ketinggian satelit di atas permukaan laut dengan menggunakan waktu tempuh dari pulsa radar yang dikirimkan kepermukaan laut, dan dipantulkan kembali ke satelit.

Untuk mengeliminasi efek dari gelombang serta gerakan muka laut berfrekuensi tinggi lainnya, jarak ukuran adalah jarak rata-rata dalam daerah footprint.  Dari data rekaman waktu tempuh sinyal kita dapat menentukan posisi vertikal permukaan laut, topografi muka laut (SST), Undulasi Geoid, Topografi es, lokasi dan kecepatan arus laut.  Dari data amplitudo gelombang pantul kita dapat memperoleh informasi mengenai kecepatan angin sepanjang permukaan groundtrack satelit, dan batas laut serta es.  Sementara itu dari data bentuk dan struktur muka gelombang pantul kita dapat melihat tinggi gelombang, panjang gelombang dominan, informasi termoklin, dan kemiringan lapisan es.
————————————————————————————————————————————————-
Kesalahan dan Bias pada sistem Satelit Altimetri
Secara umum kesalahan dan bias yang mempengaruhi data pengamatan satelit altimetri terbagi menjadi empat sistem kesalahan. Yang pertama adalah kesalahan dan bias yang terkait dengan sensor meliputi kesalahan waktu altimeter, kesalahan kalibrasi altimeter, kesalahan pengarahan (pointing) altimeter, dan noise dari altimeter.  Sistem kesalahan dan bias  yang kedua  yaitu kesalahan dan bias yang terkait dengan propagasi sinyal yang terdiri dari refraksi ionosfer, refraksi troposfer (komponen kering dan basah).  Yang ketiga adalah kesalahan dan bias yang terkait dengan satelit meliputi kesalahan orbit, kesalahan sistem koordinat dari stasiun-stasiun kontrol.  Sistem kesalahan dan bias yang keempat yaitu kesalahan dan bias yang terkait dinamika muka laut berupa bias elektromagnetik (perbedaan antara muka laut rata-rata dengan muka laut pantulan rata-rata yang disebabkan oleh tingkat kekasaran muka laut yang tidak homogen secara spasial), skewnes bias (beda tinggi antara muka laut pantulan rata-rata dengan muka pantulan median yang diukur oleh penjejak satelit yang disebabkan oleh distribusi tinggi muka laut yang tidak normal).

Dengan perkembangan teknologi, resolusi data ukuran jarak altimeter semakin baik, dari sekitar 1 meter pada tahun 1973 sampai dengan 1-2 sentimeter pada saat sekarang ini.  Namun demikian tingkat ketelitian akhir dari jarak ukuran akan sangat tergantung pada tingkat kesuksesan pereduksian dan pengeliminasian dari kesalahan dan  bias yang mengkontaminasi data ukuran.
————————————————————————————————————————————————-
Misi Misi Satelit Altimetri
Sejak peluncuran Skylab pada tahun 1973, sampai dengan saat ini sudah cukup banyak misi satelit altimetri yang diluncurkan dengan objektifnya masing-masing.  Misi-misi tersebut antara lain GEOS-3, SEASAT, GEOSAT, ERS-1, TOPEX/POSEIDON, dan ERS-2.

Setiap sistem satelit altimetri umumnya mempunyai karakteristik orbit dan altimeter tersendiri.  Selain itu satelit altimetri juga mempunyai bentuk konfigurasi tubuh yang berbeda-beda.  Sebagai contoh untuk satelit TOPEX/Poseidon, selain dilengkapi dengan altimeter, satelit juga membawa sensor-sensor microwave radiometer, antena GPS, antena DORIS, dan Laser Retroreflectors (LRR).  Sedangkan untuk ERS-1, selain membawa radar altimeter, satelit juga dilengkapi dengan sensor-sensor wind scatterometer (SCAT), sysnthetic aperture radar (SAR), LRR, Along Track Scanning Radiometer (ATSR) Microwave Sounder, ATSR Infrared Radiometer, Precise Range and Range Rate Equipment (PRARE).  Sedangkan satelit ERS-2, disamping altimeter radar juga membawa sensor-sensor SAR, SCAT, ATSR, Microwave Sounder, Global Ozon Monitoring Experimant (GOME), PRARE, dan LRR.
————————————————————————————————————————————————–
Contoh-contoh Aplikasi Satelit Altimetri
Seperti sudah disebutkan sebelumnya, aplikasi satelit altimetri dalam bidang geodesi dan bidang terkait lainnya antara lain  penentuan topografi permukaan laut (SST), penentuan topografi lapisan es, penentuan karakteristik dan pola arus, pasut, dan gelombang, penentuan penentuan kecepatan angin di atas permukaan laut, penentuan geoid di wilayah lautan, penentuan batas laut dengan lapisan es, serta unifikasi datum tinggi di wilayah kepulauan.

Yang dimaksud dengan SST (Sea Surface Topography) adalah deviasi muka laut dari permukaan geoid, yaitu perbedaan dalam tinggi ellipsoid antara permukaan laut dengan permukaan geoid.  SST sendiri dapat dibagi atas dua komponen, yaitu komponen statik dan dinamik.  Komponen statik terutama disebabkan oleh arus laut, efek meteorologis, serta inhomogenitas pada distribusi salinitas dan temperatur air laut.  Sedangkan komponen dinamik terutama disebabkan oleh fenomena gelombang, pasang surut, dan variasi tekanan udara.

Pada pengamatan dengan satelit altimetri yang teramati pada saat pengukuran adalah SST sesaat, sedangkan yang ingin diketahui umumnya adalah SST statik.  Untuk memperolehnya maka dilakukan pengamatan dalam fungsi waktu kemudian dilakukan perata-rataan.

Satelit altimetri juga dapat dimanfaatkan untuk mempelajari variasi SST terhadap waktu dalam skala spasial regional, mempelajari variasi dari MSL (Mean Sea Level) terhadap waktu, menentukan variasi spasial dari anomali gaya berat (gravity anomaly), mengestimasi kecepatan dan pola arus laut, mengestimasi tinggi gelombang signifikan dan juga kecepatan angin.