Secara harfiah diplomasi berasal dari kata “diploma” (Yunani: sebuah kertas yang dilipat dua) yang didesain sebagai dokumen resmi Negara/ dokumen sejarah, sebuah sertifikat perundingan, kewenangan, dan semacamnya. Berdasarkan Bester’s New World Dictionary of the American Language (1996) diplomasi adalah:
- Hubungan relasi antar bangsa, dalam membuat keputusan,
- Keahlian dalam melakukannya,
- Keahlian dealing with people.
- Ellis Briggs: diplomasi adalah sebuah kegiatan urusan official dengan cara mengirim seseorang untuk mewakili pemerintahan. Tujuan diplomasi adalah untuk menciptakan persetujuan dalam kacamata kebijakan (1968, p.202)
- Geoffrey McDermott: diplomasi adalah pertimbangan dalam manajemen hubungan internasional. Masing-masing Negara, seberapapun kaliber dan ukurannya, selalu ingin memelihara/ mengembangkan posisinya dalam kancah internasional. Begitulah adanya, kendati faktanya, akan lebih baik jika lebih sedikit negara nationally minded di dunia ini. (1973, p.39)
- Honore de Balzac: ilmu pengetahuan bagi mereka yang tidak berkuasa… suatu ilmu pengetahuan menyenangkan yang selalu demi memenuhi dirinya sendiri; suatu ilmu pengetahuan yang mengijinkan praktisinya untuk tidak mengatakan apapun dan berlindung di belakang anggukan kepala misterius; suatu ilmu pengetahuan yang mengatakan bahwa eksponen yang paling berhasil, pada akhirnya, adalah mereka yang mampu berenang bersama kepalanya di atas arus kejadian-kejadian yang pura-pura ia lakukan. (p.37)
DIPLOMASI DAN PERKEMBANGANNYA
Catatan historis pertama megenai pertukaran duta pemerintahan terorganisir terjadi di millennium ketiga sebelum masehi, yakni peradaban tulisan berbentuk paku Mesopotamia.
Diplomasi pernah dimarginalkan dalam kajian HI. Namun anehnya saat itu diplomasi mendapat perhatian dari sebagian kecil ilmuwan politis yang mengkhususkannya di dalam kajian ilmu hubungan internasional. Tentu saja, itu karena diplomasi bersifat “sangat menentang ke theory”. Seperti yang kita ketahui, sejarah diplomatik menimbun sangat banyak informasi tentang peristiwa dari jaman dahulu hingga ke depannya dan sejarawan diplomatik pun gagal menempa mata rantai kuat dengan teori IR. Oleh karena itu, kendati diplomasi ” ada” di dalam teori internasional, ia jarang diteliti atau secara ekstensif diselidiki. Kekayaan konseptual literatur mengenai diplomasi sungguh terbatas dan sangat “terceraikan” dari perkembangan teori politik. Contohnya ketika masa Perang Dingin terjadi, ancaman kekuatan lebih diunggulkan ketimbang diplomasi.
Namun beberapa tahun terakhir ini, studi diplomasi akademis nampaknya telah terevitalisasi. Contohnya Institut terkemuka Studi Diplomasi Universitas Georgetown yang menerbitkan The Diplomacy Record per tahunnya dan Pusat Studi Diplomasi di Universitas Leicester, yang menerbitkan Discussion Papers bulanan dan buku berseri, Studies in Diplomacy. Sebagai tambahan, International Studies Association ( ISA) dan British International Studies Association (BISA) mendirikan bagian studi diplomatik di tahun 1990an.
ESENSI DIPLOMASI
Sebagian besar ilmuwan politis membantah bahwa diplomasi ‘mengekspresikan sebuah human condition yang mendahului dan melebihi pengalaman selama tinggal dalam kedaulatan tersebut, Negara wilayah dalam beberapa ratus tahun yang lalu’ (Sharp, 1999: 51). Daripada membatasi konsep pada praktek dan aktor yang spesifik, mereka memahami diplomasi dalam kaitannya dengan konsep umum, seperti representation dan communication. Diplomasi juga dapat dipahami sebagai ‘suatu proses komunikasi yang diatur’ ( Constantinou, 1996: 25) atau ‘ sistem komunikasi masyarakat internasional’ (James, 1980: 942).
Disamping itu diplomasi berisi aspek-aspek penting, seperti: (1) sebuah akun sejarah dan prasejarah diplomasi, (2) mengenai fungsi, gaya, dan teknik berdiplomasi, (3) informasi mengenai kerangka syah diplomasi, (4) sebuah diskusi tentang permasalahan dan pengembangan kontemporer.
KEBIJAKAN LUAR NEGERI DAN KAITANNYA DENGAN DIPLOMASI
Penting untuk membedakan antara diplomasi dan Kebijakan luar negeri. Diplomasi mengacu pada pelaksanakan hubungan dengan seseorang, sedangkan FP mengacu pada ‘perihal’ tersebut, sebuah strategi/ rencana yang dikembangkan oleh decision maker untuk berhubungan dengan Negara lain , bertujuan untuk mencapai sebuah tujuan spesifik yang disebut dengan national interest. Harper dan Row (1973) berpendapat bahwa kebijakan luar negeri adalah sebagai poin yang memperlancar kebangkitan dalam sistem internasional ke dalam arena domestic dan di mana politik domestic bertransformasi ke dalam international behavior. Itulah mengapa kebijakan luar negeri menjadi kajian penting dalam ilmu hubungan internasional.
KESIMPULAN
Pada dasarnya diplomasi adalah kajian hubungan internasional dengan dasar teoritikal yang lemah. Namun beberapa tahun terakhir ini, studi diplomasi akademis nampaknya telah terevitalisasi. Hal ini dikarenakan diplomasi menekankan pada negosiasi. Berdasarkan kamus Oxford, diplomasi didefinisikan sebagai ‘kegiatan hubungan internasional dalam bentuk negosiasi’. Adam Watson (1982: 33) juga tak jauh beda dari itu, ia berpendapat diplomasi sebagai ‘negosiasi antara perangkat politik yang keduanya indepen’.
Sementara itu FP merupakan sebuah strategi/ rencana yang dikembangkan oleh decision maker untuk berhubungan dengan Negara lain.
PENDAPAT
Secara ringkas saya berpendapat bahwa sementara diplomasi adalah taktik, FP adalah strategi. Keduanya saling berhubungan satu sama lain. Diplomasi akan turut berubah jika terjadi perubahan lingkungan yang memicu perubahan dalam FP. Saya juga sependapat dengan McDermott bahwa inti sebenarnya dari diplomasi adalah untuk mengintervensi Negara lain melalui persetujuan sebab tujuan utama dari diplomasi tak lain adalah untuk memenuhi national interest. Tak ada satu Negara pun di dunia ini yang menginginkan kedudukan negaranya dalam kancah internasional jauh lebih rendah ketimbang lainnya.